Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamen Diktisaintek) Prof. Stella Christie telah mengungkapkan tiga konsekuensi dari penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) seperti Chat GPT dengan cara yang kreatif dan cerdas. Menurut beliau, penggunaan AI Chat GPT tanpa etika akan berdampak negatif pada pelajar. “Penting banget nih kita bisa tunjukin, ceritain, dan yakinin tentang konsekuensi-konsekuensi kalau kita nggak patuh sama etika itu,” ujar Prof. Stella di Jakarta Selatan, Selasa (27/11/2024).
Prof. Stella juga menyingkap beberapa konsekuensi dari penggunaan AI untuk mengerjakan tugas. Konsekuensi pertama adalah jika kita cuma pakai AI 100 persen tanpa berpikir atau menciptakan hal-hal baru, kita nggak bakal bisa bedain mana yang bagus, mana yang nggak. “Nggak bisa bedain, nggak punya nurani dan sensitivitas buat bedain kualitas, itu yang pertama,” katanya. Lalu konsekuensi kedua, penggunaan AI 100 persen akan membuat kita jadi nggak bisa bikin sesuatu yang orisinal. Sementara konsekuensi terberat adalah kita nggak bisa nentuin batasan dalam menggunakan AI. “Ini batasnya, itu bakal jadi bahaya banget di dunia ini. Kita bakal kayak di film-film, nanti AI bener-bener ambil alih,” ucap Prof. Stella.
Oleh karena itu, Prof. Stella meminta agar para pelaku pendidikan seperti guru dan dosen untuk menekankan etika dalam menggunakan AI. Salah satu caranya bukan cuma dengan melarang penggunaan AI, tapi juga menjelaskan konsekuensi yang bakal didapat kalau terus-terusan pakai AI. “Karena kalau cuma dilarang, nggak boleh begini, misalnya Anda sebagai dosen bilang enggak boleh pakai Chat GPT, gimana pun nanti pasti bakal tetap dipakai,” ungkapnya. “Tapi kalau Anda bilang kalau kamu pakai Chat GPT sekarang silahkan, tapi nanti pas ujian asli harus nulis jawab pertanyaan, tanpa Chat GPT pasti kamu bakal kerepotan mikir lagi,” jelas Prof. Stella Christie.