Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris telah menyetujui perjanjian internasional pertama untuk mengatasi risiko yang terkait dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI). Menurut laporan dari Reuters, traktat AI yang mengikat secara hukum ini telah ditandatangani oleh 57 negara dan organisasi non-pemerintah, termasuk Konsul Eropa mengenai Hak Asasi Manusia.
“Konvensi ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa perkembangan teknologi baru dapat dimanfaatkan tanpa merusak nilai-nilai mendasar kita, seperti hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum,” ujar Menteri Kehakiman Inggris, Shabana Mahmood. Konvensi AI ini difokuskan pada perlindungan hak asasi manusia bagi individu yang terdampak, dan berbeda dengan Undang-Undang Uni Eropa tentang AI yang baru saja diberlakukan bulan lalu. Undang-Undang AI Uni Eropa tersebut berisi aturan yang detail mengenai pengembangan, peluncuran, dan penggunaan sistem AI di pasar UE.
Konsul Eropa, yang didirikan pada tahun 1949, merupakan sebuah organisasi internasional yang berdiri secara independen dari Uni Eropa. Dengan anggota sebanyak 46 negara, organisasi ini memiliki mandat untuk melindungi hak asasi manusia. Negara-negara yang menandatangani traktat AI ini dapat memilih untuk mengadopsi regulasi tersebut atau membuat undang-undang nasional yang sesuai dengan isi traktat.
Namun, menurut ahli hukum Uni Eropa, Francesca Fanucci, penerapan perjanjian internasional ini akan sulit dilakukan. “Formulasi prinsip dan kewajiban di dalamnya terlalu luas dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai kepastian hukum dan efektivitas penerapannya,” katanya. Fanucci memberikan contoh mengenai pasal yang mengesampingkan penggunaan sistem AI untuk keamanan nasional, serta aturan yang sangat terbatas untuk sektor swasta dibandingkan dengan sektor publik.
Dalam upaya untuk mengatasi kekhawatiran tersebut, negara-negara penandatangan traktat AI harus bekerja sama untuk menyusun pedoman yang jelas dan terinci mengenai implementasi perjanjian ini. Hal ini penting agar traktat AI dapat diterapkan dengan efektif dan memberikan perlindungan yang memadai bagi hak asasi manusia.
Dengan demikian, langkah-langkah konkret harus diambil untuk memastikan bahwa teknologi kecerdasan buatan dapat berkembang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar. Hanya dengan kerjasama yang kuat antara negara-negara dan organisasi internasional, kita dapat mencapai tujuan bersama untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan hak asasi manusia.